Minggu, 23 Juni 2013

Penghasilan Yang Terkena Pajak

Penghasilan Menurut Pajak

Undang-undang perpajakan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Pengertian   penghasilan   dalam   Undang-undang   ini   tidak memperhatikan adanya penghasilan dan sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai  kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis Kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

- penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

- penghasilan dari usaha dan kegiatan;

- penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;

- penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.

Dilihat dari  penggunaannya,  penghasilan  dapat dipakai. untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.

Karena Undang-undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri.

Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan perighasilan lain yang dikenakan tarif umum.

Penghasilan Yang Menjadi Obyek Pajak

Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

a.   penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,tunjangan, honorarium,komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun,atau imbalan dalam bentuk lainnya,kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b.  hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan ,dan penghargaan;

c.  laba usaha ;

d.  keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

     1)  keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,persekutuan,dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

     2)  keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;

     3)  keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,pemekaran, pemecahan, atau pengambialihan usaha;

    4)  keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

e.  penerimaaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;

f.  bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g.  dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h.  royalti;i.   sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j.   penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k.  keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l.   keuntungan karena sesilisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n.  premi asuransi;

o.  iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p.  tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final

Atas penghasilan sebagaimana di bawah ini, dikenakan pajak final. Yaitu penghasilan berupa:

- Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya

- Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek

- Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan.

- Penghasilan tertentu lainnya yang pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Perubahan UU pph 2013

1. Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh)
Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh yang berlaku di negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing di dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).

a. Bagi WP orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak (income bracket), yaitu lapisan tertinggi dari sebesar Rp 200 juta menjadi Rp 500juta.

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.
Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsip kesederhanaan dan international best  practice. Selain itu, bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan.

c.Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pemberian insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Pemberian insentif juga diharapkan dapat mendorong kepatuhan WP yang bergerak di UMKM.

d. Bagi WP orang pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 diturunkan dari 2% menjadi 0,75% dari peredaran bruto. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk membantu likuiditas WP dengan pembayaran angsuran pajak yang lebih rendah serta memberikan kepastian dan kesederhanaan penghitungan PPh.

e. Bagi WP pemberi jasa yang semula dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto menjadi 2% dari peredaran bruto. Perubahan tarif tersebut dimaksudkan untuk memberikan keseragaman pemotongan pajak yang sebelumnya ada yang didasarkan pada penghasilan bruto dan sebagian didasarkan pada penghasilan neto. Dengan metode ini, penerapan perpajakan diharapkan dapat lebih sederhana dan tarif relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan WP.

f. Bagi WP penerima dividen yang semula dikenai tarif PPh progresif dengan tarif tertinggi sampai dengan 35%, menjadi tarif final 10%. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk mendorong perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham, mendorong tumbuhnya investasi di Indonesia karena dikenakan tarif lebih rendah dan meningkatkan kepatuhan WP.

2. Bagi WP yang telah mempunyai NPWP dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri sejak 2009, dan pemungutan fiskal luar negeri dihapus pada 2011. Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi WP yang memiliki NPWP dimaksudkan untuk mendorong WP memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan pada 2011 semua masyarakat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layak dihapuskan.

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri WP orang pribadi ditingkatkan sebesar 20% dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta mengangkat pengaturannya dari peraturan Menteri Keuangan menjadi undang-undang.

4. Penerapan tarif pemotongan/pemungut an PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP.
a. Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak mempunyai NPWP dikenai  pemotongan  20% lebih tinggi dari tarif normal.
b. Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 yang tidak mempunyai NPWP, dikenai  pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
c. Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak mempunyai NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi dari tarif normal.

5.Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan fasilitas kepada masyarakat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam kepentingan sosial, dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto.
a. Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencana nasional dan infrastruktur sosial.
b. Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
c. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.

6. Pengecualian dari objek PPh
a. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun tidak dikenai pajak.
b. Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak dikenai pajak.
c. Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak dikenai pajak.

7. Surplus Bank Indonesia ditegaskan sebagai objek pajak.
Aturan ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan terhadap penafsiran yang berbeda tentang surplus BI. Menurut UU No.7 Tahun 1983 tentang PPh, pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yangditerima atau diperoleh WP dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian surplus BI adalah tambahan kemampuan ekonomis yang termasuk objek PPh yang diatur dalam UU PPh.

8. Peraturan perpajakan untuk industri pertambangan minyak dan gas bumi,bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara dan bidang usaha berbasis syariah, diatur tersendiri dengan  PeraturanPemerintah.

Demkian pokok-pokok perubahan yang ada dalam UU PPh baru ini, mudah-mudahan dapat meneingkatkan kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia (IRDS)

PTKP terbaru 2013

Setiap orang di Indonesia patut bergembira. Berita gembira itu bernama kenaikan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).Terhitung mulai 1 Januari 2013 pemerintah telah menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak yang semula Rp 15.840.000,00 kini dinaikkan  menjadi Rp 24.300.000,00 per tahunnya atau per bulan  Rp 2.025.000,00 untuk setiap wajib pajaklajang. Sedangkan tambahan bagi yang menikah  dan tambahan tanggungan yang dulunya hanya Rp 1.320.000 kini dinaikkan masing-masing menjadi Rp 2.025.000,00. Kebijakan menaikkan PTKP ini terbilang cukup berani terutama ditengah kondisi target penerimaan pajak yang tak kunjung tercapai. Kenaikan PTKP ini akan berpotensi menggerus  penerimaan pajak penghasilan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa PTKP adalah unsur pengurang dalam penghitungan pajak penghasian orang pribadi. Dengan semakin besarnya pengurang, maka pajak akan semakin kecil.
Gonjang-ganjing kenaikan PTKP akhirnya berlalu sudah. Isu mengenai kenaikan PTKP sebenarnya sudah cukup lama berseliweran di telinga pengusaha dan pekerja. Setelah melalui pembahasan yang alot dengan DPR akhirnya pemerintah menetapkan kenaikan PTKP melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK-162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2013. Jika dihitung, maka setiap wajib pajak orang pribadi di Indonesia yang memiliki penghasilan bersih Rp 2 juta kebawah tidak akan dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
Ditengah perlambatan ekonomi gobal kebijakan menaikkan PTKP justru diambil untuk meningkatkan daya beli masyarakat. PTKP identik dengan standar biaya hidup. Tidak dikenakannya pajak atas penghasilan akan membuat masyarakat lebih bisa menikmati hasil jerih payahnya dalam bentuk konsumsi maupun tabungan. Harapan pemerintah adalah dengan semakin besarnya penghasilan dibawa pulang (take home pay) akan mendorong kenaikan tingkat konsumsi rakyat.
Ada jenis pajak lain yang dikenakan dibalik konsumsi masyarakat tersebut, yaitu PPN (Pajak pertambahan Nilai).  PPN merupakan pajak yang dikenakan dengan besar 10% atas setiap konsumsi barang dan jasa yang dilakukan di dalam negeri. Peningkatan jumlah konsumsi masyarakat ini pada akhirnya akan menambah PDB (produk domestik bruto). Menurut hitungan BKF, kontribusi PTKP terhadap pertumbuhan PDB sekitar 0,1% sehingga apabila PTKP dinaikkan, maka daya beli masyarakat juga akan meningkat. Dari sini kita pahami, pemerintah sepertinya mengorbankan potensial loss di sektor PPh dan menggantinya dengan jenis pajak atas konsumsi masyarakat. Bahkan menurut ketua BKF ada kekurangan penerimaan negara sebesar 9 triliun dengan kenaikan PTKP ini.
Ledakan Orang Kaya Baru
Pertumbuhan OKB atau yang biasa disebut dengan kelas menengah Indonesia adalah yang terbesar di dunia setelah China dan India.Menurut Bank Dunia, kelompok ini adalah mereka yang pengeluaran per kapita per harinya US$ 2-20, maka terdapat sekurang-kurangnya 130 juta orang. Angka itu 56,5 persen dari total penduduk Indonesia.
Pertumbuhan kelasmenengahinimerupakansasaranempukparapembuatproduk. Rata-rata mereka adalah orang muda yang berpenghasilan tinggi (US$3000-US$3500 per tahun), melekteknologi, dan ingin serba mudah.Sebagian besar dari mereka adalah warga yang gemar berbelanja.
Kenaikan PTKP ini sepertinya diharapkan untuk menciptakan multiflyer effect dibidang perpajakan. Semakin banyak orang yang berbelanja akan membuat korporasi penghasil produk, berlomba-lomba menghasilkan produk barang dan jasa untuk dikonsumsi. Sehingga omzetnya bertambah demikian juga dengan labanya yang kemudian nantinya akan dipajaki. Pajak yang terkumpul dalam pundi-pundi APBN pun akan meningkat dan harapannya mampu mencapai target sebagaimana yang dibebankan tersebut.
Tapi benarkah multiflyer effect ini akan berjalan semudah itu? Mengumpulkan pajak di negeri yang birokrasinya tengah karut-marut memang tidak mudah. Pemerintah masih mempunyai pekerjaan rumah untuk menata basis data wajib pajak yang ada di Indonesia. Sistem pemungutan PPN sendiri pun masih harus disempurnakan.Banyaknya faktur pajak fiktif masih mewarnai permasalahan PPN dinegeri ini. Bercermin dari tahun 2011 dimana penerimaan PPN hanya tercapai 93,06% atau hanya mampu menyentuh angka Rp 277,73 triliun dari target sebesar Rp 298,44 triliun.Jangan sampai terjadi tingkat konsumsi masyarakat meningkat tapi tidak diimbangi dengan penerimaan PPN akibat lihainya korporasi memanfaatkan celah lowong PPN. Setali tiga uang dengan sektor PPh, korporasi besar memiiki jago-jago dibidang transfer pricing yang memiliki kemampuan memanfaatkan grey area aturan pajak untuk menciutkan pajak penghasilan yang mereka bayar agar menjadi lebih sedikit.
Kenaikan PTKP ini sejatinya akan dinikmati oleh mereka para pekerja dan buruh yang penghasilan bersihnya 2 juta kebawah. Kenaikan PTKP ini hanya sedikit diatas UMK (upah Minimum Kota) yang rata-rata masih berkisar antara 1,3 -1,5 juta setiap bulannya. Untuk Kota Medan sendiri UMK baru saja dinaikkan untuk tahun 2013 menjadi Rp 1,46 juta setelah sebelumnya pada tahun 2012 hanya Rp 1.285.000. Para pekerja dan buruh inilah yang menjadi sasaran dari pembebasan pengenaan pajak penghasian. Diharapkan jumlah buruh yang mencapai 46 juta orang itu dapat menikmati insentif pajak sehingga memiliki penghasilan yang relatif mencukupi untuk dikonsumsi bagi seluruh anggota keluarga.
Kenaikan PTKP ini sangat berarti bagi buruh di Indonesia. Meskipun tak lantas mampu mengurai masalah ketenagakerjaan yang ada. Penghapusan sistem alih daya (outsourcing) yang mengabaikan hak-hak pekerja, kenaikan upah minimum merupakan persoalan utama yang belum diatasi di bidang ketenagakerjaan.

Rabu, 19 Juni 2013

Pajak


 Disini saya coba mau jelasin apa itu pajak, dan mengapa harus bayar pajak? awalnya saat belajar mengenai tentang pajak saat kuliah, saya pikir ini mungkin pelajaran yang bakal membosankan, soalnya dari nama mata kuliahnya saja udah ga menarik dan kalau liat berita di TV tentang pelanggaran pajak itu juga menambah malas untuk mengetahui apa itu pajak. tapi setelah dijalani walaupun masih mengenal sedikit, ternyata lumayan menarik juga. soalnya saya mengerti beberapa hal mengenai pajak, dan mengapa orang harus bayar pajak. Disini saya cuman mau berbagi mengenai ilmu pajak yang saya ketahui, mudah-mudahan dapat menambah ilmu anda yang membaca.
       Apa sih Pajak itu? Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. dengan kata lain pajak itu wajib di pungut karena berasal dari pemerintah dan bersifat resmi.
Katanya sih Pajak itu merupakan pendapatan negara yang terbesar, jadi wajar aja kenapa pajak itu sangat dibutuhkan oleh negara karena pajak itu seperti primadonanya. 

Selain itu pajak jga di golongkan menjadi dua jenis, Pajak Daerah dan Pajak Pusat. Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Dan Pajak Pusat adalah,  pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian keuangan. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi:
  1. Pajak Penghasilan (PPh)
    PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
    Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang KenaPajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:
    1. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
    2. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
    3. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
    4. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
    5. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
  4. Bea Meterai
    Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
  5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
    PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
    Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi Pajak Daerah sepanjang Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1 Januari 2010 s.d Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan, maka PBB Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah Pusat.
    Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak daerah. Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.

Selain itu di dalam pajak dikenal dengan kata, Wajib Pajak dan Objek Pajak. Wajib Pajak adalah, orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan Objek Pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Itu dulu yang bisa saya bagi mengenai pajak untuk artikel yang ini, selebihnya nanti saya jelaskan lagi. see you dan semoga bermanfaat guys.